Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Monday, September 22, 2014

MAKALAH WAKAF


BAB  I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Bila berbicara masalah wakaf dalam perspektif sejarah Islam (al-târih al-islâmi), tidak dapat dipisahkan dari pembicaraan tentang perkembangan hukum Islam dan esensi misi hukum Islam. Untuk mengetahui perkembangan sejarah perkembangan hukum Islam perlu melakukan penelitian dengan cara menelaah teks (wahyu) dan kondisi sosial budaya masyarakat di mana hukum Islam itu berasal. Sebab hukum Islam merupakan perpaduan antara wahyu Allah Swt. dengan kondisi masyarakat yang ada pada saat wahyu itu diturunkan. Misi hukum Islam sebagai aturan untuk mengejawantahkan nilai-nilai keimanan dan aqidah mengemban misi utama yaitu mendistribusikan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik keadilan hukum, keadilan social maupun keadilan ekonomi.
Rasa keadilan adalah suatu nilai yang abstrak, tetapi ia menuntut suatu tindakan dan perbuatan yang konkrit dan positif. Pelaksanaan ibadah wakaf adalah sebuah contoh yang konkrit atas rasa keadilan social, sebab wakaf merupakan pemberian sejumlah harta benda yang sangat dicintai diberikan secara cuma-cuma untuk kebajikan umum. Si wakif dituntut dengan keikhlasan yang tinggi agar harta yang diberikan sebagai harta wakaf bias memberikan manfaat kepada masyarakat banyak, karena keluasan ekonomi yang dimilikinya merupakan karunia Allah yang sangat tinggi.
Di tengah permasalahan sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi dewasa ini, eksistensi lembaga wakaf menjadi sangat urgen dan strategis. Di samping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Oleh karena itu sangat penting dilakukan pendefinisian ulang terhadap wakaf agar memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan.
Perbincangan tentang wakaf sering kali diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil buahnya, sumur untuk diambil airnya. Dan dari segi pengamalan wakaf, dewasa ini tercipta suatu image atau persepsi tertentu mengenai wakaf, yaitu pertama, wakaf itu umumnya berujud benda bergerak khususnya tanah yang di atasnya didirikan masjid atau madrasah dan penggunaannya didasarkan pada wasiat pemberi wakaf (wâkif) dengan ketentuan bahwa untuk menjaga kekekalannya tanah wakaf itu tidak boleh diperjualbelikan dengan konsekuensi bank-bank tidak menerima tanah wakaf sebagai anggunan. Oleh karena itu, penulis menuliskan makalah yang bertemakan wakaf selain sebagai tugas dari guru mata pelajaran agama.


I.2 Rumusan Masalah
       Adapun rumusan masalahnya antara lain:
·         Bagaimana contoh wakaf yang ada di daerah penulis?
·         Apa pengertian wakaf?
·         Apa saja ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang wakaf?
·         Apa saja macam-macam wakaf?
·         Apakah contoh wakaf yang ada di daerah penulis adalah wakaf yang benar, berdasarkan macam-macam wakaf?

I.3 Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan-tujuan penulisan makalah ini antara lain:
·         Memberikan salah satu contoh jenis wakaf
·         Memberikan informasi mengenai pengertian wakaf
·         Memberikan informasi mengenai ayat-ayat Al Qur’an mengenai wakaf
·         Memberikan informasi tentang macam-macam wakaf
·         Memenuhi tugas dari guru mata pelajaran PAI

I.4 Manfaat Penulisan
            Manfaat penulisan makalh ini antara lain:
·         Sebagai referensi bacaan mengenai wakaf
·         Sebagai media pembelajaran














BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Contoh Wakaf
Di daerah penulis sebenarnya terdapat banyak sekali jenis-jenis wakaf, tapi disini penulis akan mengambil salah satu contoh wakaf di daerah penulis. Wakaf yang pernah di berikan adalah wakaf tanah, dimana pemberian lahan tersebut digunakan dalam pembangunan masjid yang berada di dekat rumah saya. Wakaf ini merupakan pemberian dari seseorang yang sudah meninggal kepada pengurus masjid, dan mewasiatkan untuk menambah luas masjid yang ada, agar bisa digunakan oleh umat sebagai tempat untuk beribadah dengan khusyuk.

II.2 Pengertian Wakaf
Menurut bahasa Wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah(terkembalikan), al-tahbis (tertahan), altasbil  (tertawan) dan al-man’u (mencegah) disebut pula dengan al-habs (al-ahbas, jamak). Secara bahasa,al-habs berarti al-sijn (penjara), diam, cegah, rintangan, halangan, “tahanan,” dan pengamanan. Gabungan kata ahbasa (al-habs) dengan al-mal (harta) berarti wakaf (ahbasa al-mal).
 Penggunaa kata al-habs dengan arti wakaf terdapat dalam beberapa riwayat. Yaitu :
 Pertama, dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Ibn ‘Umar yang menjelaskan bahwa Umar Ibn al-Khatab datang kepada Nabi saw. Meminta petunjuk pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar. Nabi saw. Bersabda:

ان شئت حبست اصلها وتصدقت بها
Bila engkau menghendaki, tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasinya (manfaatnya)!”
Kedua, dalam hadits riwayat Ibn Abbas (yang dijadikan alasan hukum oleh Imam Abu Hanifah) dijelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda :
لاحبس عن فوائض الله
“Harta yang sudah berkedudukan sebagai tirkah (harta pusaka) tidak lagi termasuk benda wakaf.”
   Dalam hadits dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariah(shadaqat jariyah) dan al-habs (harta yang pokoknya dikelola  dan hasilnya didermakan). Oleh karena itu, nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab haditas dan fiqih tidak seragam.. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsuth, memberikan nomenklatur wakaf dengan Kitab al-waqf, Imam Malik menuliskannya dengan nomenklatur Kitab Habs wa al-Shadaqat, Imam al-Syafi’I dalam al-Umm memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas dan bahkan Imam Bukhari menyertakan hadits-hadits tentang wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya. Oleh karena itu secara nomenklatur wakaf ddisebut dengan al-ahbas, shadaqat jariyat, dan al-waqf.
 Secara normative idiologis dan sosiologis perbedaan nomenklatur wakaf tersebut dapat dibenarkan, karena landasan normative perwakafan secara eksplisit tidak terdapat dalam al-Quran atau al-Sunna dan kondisi masyarakat pada waktu itu menuntut akan adanya hal tersebut. Oleh karena itu, wilayah Ijtihad dalam bidang wakaf lebih besar dari pada wilayah Tauqifi-Nya.
Ketiga, sebab nuzul (salah satu ayat) dalam surat an-nisaa’ dalam penjelasan Imam Syuraih adalah bahwa:
جاء محمد يبيع الحبس
“Nabi Muhammad saw. menjual benda wakaf.”
Menurut Istilah, wakaf berarti :
حبس مال يمكن الانتفاع به  مع بقاء عينه يقطع التصرف فى رقبته على مصرف مباح موجد

“Penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan desertai dengan kekal zat/benda dengan memutuskan (memotong) tasharruf (penggolongan) dalam penjagaannya atas Mushrif (pengelola) yang dibolehkan adanya.

 Atas dasar sejumlah riwayat tersebut, nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab hadits dan  fikih tidaklah seragam. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsutmemberikan nomenklatur wakaf dengan al-Wakaf, Imam al- Syafi’i dalam al-Ummemberikan nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas, dn bahkan Imam Bukhari menyertakan hadits-hadits tentang  wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya.] Oleh karena itu, secara teknis, wakaf disebut dengan al-ahbas, shadaqah jariyah, dan al-wakaf
  Keragaman nomenklatur wakaf terjadi karena tidak ada kata wakaf yang eksplisit dalam Al-Quran dan hadits. Hal ini menunjukan bahwa wilayah ijtihad dalam bidang wakaf lebih besar dari pada wilayah tawqifi.

II.3   Ayat-ayat al-Quran  yang berkaitan dengan Wakaf
Seperti telah diuangkapkan di muka,  bahwa secara eksplisit tidak ditemukan ayat al-Quran yang mengatur tentang wakaf, namun secara implisit cukup banyak ayat-ayat yang  bisa jadi dasar hukum tentang wakaf, yaitu beberapa ayat   tetang infak diantaranya :

1.      Qur’an : al Hajj :  77
(يايها الدين امنوا  اركعوا واسجدوا)  (اى ارجعوا من تكبر قيام الانسانية الى توضع الحيوانية ودلة النباتية    ( واعبدوا ربكم)  بسائر ما كلفكم به  خالصا لوجهه  (وافعلو الخير)  واجبا ومندوبا واتوجهوا الى الله تعالى فى جميع احوالكم   (لعلكم تفلحون)  اى لتضفروا بنعيم الجنة  اىافعلوا هده  كلها وانتم راجعون بها  الفلاح غير متيقنين
Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebaikan agar kamu beruntung.
2.      Qur’an : al Baqarah : 261
(مثل الدين ينفقون امولهم فى سبيل الله كمثل حبت انبتت سبع سنا بل )  اى سفة  صدقاة الدين ينفقون  اموا لهم فى دين الله كصفة حبة اخرجت سبع سنا بل  او المعنى مثل الدين ينفقون  اموالهم فى وجوه الخيرات من الوجب والنفل كمثل زراع  اخرجث ساقا تشعب منه سبع شعب فى كلى واحدة منها سنبلة  (فى كلى سنبلة مائة حبة ) كما يشاهد دلك فى الدرة والدخن بل فيهما اكثر من دلك  (والله يضعف )  فوق دلك  (لمن يشاء  )  على لايضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف  (والله وا سع )  ائ لا يضيق عليه ما يتفضل به من التضعيف  (عليم ) بنية المنفق وبمن يستحق ىالمضاعفة
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
3.      Qur’an  Ali Imran : 92
لن تنالوا الير حتى تنفقوا مما تحبون  وما تنفقوا من شيء فان الله به عليم
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. 
قال ابو حعفر يعنى بدلك جل ثناه  : لن تدركو ايها المومنون
البر : وهو البر من الله الدى يطلبونه منه بطاعتهم اياه وعباد تهم له ويرجونه منه, ودلك تفضله عليهم بادخالهم جنة, وصرف عدابه عنهم.
حدثن ابو كريب قال: حدثن وكيع عن شريك  عن ابى اسحاق عن عمرو بن ميمون في قوله : لن تنالوا البر, فل ألجنة.
قال ابو جعفر : فتاويل الكلام لن تنالوا ايها المومنون : جنة ربكم
حتى تنفقوا مما تحبون يقول : حتى تتصدقوا مما تحبون وهوون ان نكون لكم من نفيس اموالكم

       Kutipan Al-Quran surat Ali Imran ayat 92 tersebut benar-benar menyentuh. Ternyata menafkahkan harta yang kita cintai merupakan salah satu jalan sekaligus syarat untuk menyempurnakan semua kebajikan lain yang sudah, sedang, dan akan kita lakukan. Bisa jadi seseorang telah banyak berbuat baik. Tampaknya  dengan menafkahkan sebagian hak milik yang sangat dicintai untuk perjuangan di jalan Allah, barulah akan sampai kepada kebajikan/keshalehan yang sempurna.
       Sabab Nuzul ayat tersebutadalah, Seperti diterangkan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Buchori, Muslim, Tarmidzi, dan An-Nasa’i, yang diterima dari Anas bin Malik, Beliau menrangkan :
       Abu Tholhah diantara salah seorang Sahabat Nabi yang paling banyak memiliki kebun kurmanya di Madinah, salah satunya kebun kurma Bairuha,kebun tersebut berhadapan dengan Masjid tempat Nabi sembahyang dan Nabi sering keluar masuk memakan kurma tersebut dan meminum airnya yang harum.
       Ketika turun ayat tersebut (Ali Imran : 92)  Tholhah langsung mendatangi Rasull lalu ia berkata, :Ya Rasulullah, sesungguhnya kekayaan yang sangat kucintai yaitu kebun kurma Bairuha, karena ada perintah dari Allah melalui ayat tadi, kusedekahkan bairuha ini kepadamu Ya Rasulullah.
       Mendengar ucapan Abu Tholhah, Rasulullah berkata, wahai Tholhah sungguh engkau beruntung, kebun kurma itu membawa keberuntungan, kalau begitu alangkah baiknya disedekahkan kebun kurma itu kepada karib kerabatmu. Timpal Abu Tholhah, ya Rasulullah akan kusedekahkan harta itu sesuai dengan petunjukmu Ya Rasulullah.
       Kemudian dalam Riwayat Abi Hatim dari Muhammad bin Al-Munkodir, beliau berkata, bahwa ketika turun ayat Ali Imran ke 92, datang sahabat Zaid bin Haritsyah membawa seekor kuda yang bernama Sibul, Zaid tidak memiliki lagi kekayaan lain selain kuda itu.
       Beliau berkata, Ya Rasulullah saya datang akan menyerahkan kuda ini untuk kepentingan agama, Rasull menjawab “Aku menerima sedekahmu” wahai Zaid.
       Selanjutnya oleh Rasulullah ditunggangkan diatas punggung kuda itu Usamah bin Zaid anaknya Zaid, lantas Rasull melihat muka Zaid agak muram masih merasa berat hati melepaskan kuda kesayangannya.
Namun Rasulullah melanjutkan perkataannya. Sesungguhnya Allah telah menerima sedekah engakau Zaid.
     Pemahaman konteks atas ajaran wakaf juga diambilkan dari beberapa hadits Nabi yang menyinggung masalah shadaqah jariyah, yaitu :

عن ابى هريرة  ان رسول الله صلى عليه و سلم قال : ادا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلث صدقة جارية  او علم ينتفع به او ولد صالح يدعوله  (رواه مسلم )
Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Apabila anak Adam (manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara:
Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. (HR. Muslim)
Penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikataakan asuk dalam pemebahasan wakaf, seperti yang diuangkapkan seorang Imam
دكره باب الوقف لانه فسر العلماء الصدقة الجارية بالوقف
Hadit tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf[21].

Hadits Nabi yang secara tegas menyinggung dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar :
عن ابن عمر رضى الله عنهما ان عمر بن الخطاب اصاب ارضا بخيبر  فئاتى النبي صلى الله عليه وسلم يستئامره فيها  فقال : يا رسول الله انى اصبت ارضا بخيبر لم اصب  مالا قط انفس عندى منه  فما تئامرنى به  قال : ان شئت حبست اصلها فتصدقت بها عمر انه لا يباع ولا يوهب  ولا يرث  وتصدق بها فى الفقراء وفى القربى وفى الرقاب  وفى سبيل الله وابن السبيل والضيف لاجناح على من وليها ان ياكل منها با المعرف ويطعم غير متمول  (رواه مسلم )
Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar Ra. Memperoleh sebidang tanah d Khaibar kemudian menghadap kepada Rasulullah untukm memohon petunjuk Umar berkata : Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) ntanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi  yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta (HR. Muslim).

Pada sabda Nabi yang lainnya disebutkan :
عن ابن عمر قال : قال عمر للنبي صلى الله عليه وسلم  ان مائة سهم لى بخيبر لم اصب مالا قط اعجب الي منها قد اردت ان اتصدق بها  فقال النبي صلعم : احبس اصلها وسبل ثمرتها  (رواه ألبخارى و مسلم
Dari Ibnu Umar, ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi Saw, saya mempunyai  seratus dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw mengatakan kepada Umar : Tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah” (H.R. Bukhari dan Muslim).
       Bertitik tolak dari beberapa ayat al-Quran dan hadits Nabi yang menyinggung tentang akaf tersebut nampak tidak terlalu tegas. Karena itu sedikit sekali hukum-hukum wakaf yang diterapkan berdasarkan kedua sumber tersebut. Sehingga ajaran wakaf ini diletakan pada wilayah yang bersifat ijtihadi, bukan ta’abudi, khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis wakaf, syarat, peruntukan dan lain-lain.
       Meskipun demikian, ayat al-Quran dan Sunnah yang sedikit itu mampu menjadi pedoman para ahli fikih Islam. Sejak masa Khulafaur Rasyidun sampai sekarang, dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf dengan menggunakan metode penggalian hukum (ijtihad) mereka. Sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad seperti qiyas, maslahah mursalah dan lain-lain.
       Oleh karenanya, ketika suatu hukum (ajaran) Islam yang masuk dalam wilayah ijtihadi, maka hal tersebut menjadi sangat fleksibel, terbuka terhadap penafsiran-penafsiran baru, dinamis, fururistik dan berorientasi pada masa depan. Sehingga dengan demikian, ditinjau dari aspek ajaran saja, wakaf merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk bisa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman. Apalagi ajaran wakaf ini termasuk bagian dari muamalah yang memiliki jangkauan yang sangat luas, khususnya dalam pengembangan ekonomi lemah.
       Memang, bila ditijau dari kekuatan sandaan hukum yang dimiliki, ajaran wakaf merupakan ajaran yang bersifrat anjuran (sunnah), namun kekuatan yang dimiliki sesungguhnya begitu besar sebagai tonggak menjalankan roda kesejahteraan masyarakat banyak. Sehingga dengan demikian, ajaran wakaf yang masuk dalam wilayah ijtihadi, dengan sendirinya menjadi pendukung non manajerial yang bisa dikembangkan pengelolaannya secara optimal.
  

Socializer Widget By Blogger Yard
SOCIALIZE IT →
FOLLOW US →
SHARE IT →

0 comments:

Post a Comment